RINGKASAN BUKU SEJARAH PERKEMBANGAN PRAKTEK DAN PIKIRAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DARI PLATO SAMPAI IG LOYOLA (ROBERT R BOEHLKE )
BAB 1
DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MASA KUNO
A.
Pendidikan Yunani-
Romawi
1.
Plato
( kira-kira 428 -348 s.M )
·
Pemenu
Pendidikan Agama Kristen bukanlah GEREJA PURBA
·
Orang-
orang Kristen pertama dibesarkan dalam
negeri yang telah dipengaruhi Kebudayaan
Yunani kurang lebih 200 tahun lamanya.
·
Ada
3 macam arus mengalir menjadi sungai Iman Kristen, yaitu
1).
Yahudi yang membawa dasar agamawi
2).
Yunani yang membawa bahasanya
3).
Romawi yang menentukan struktur ketertiban umum dan hak sipil
1.1 Plato berasal
dari keluarga Bangsawan, sisilah nenek moyangnya terdapat nama raja-raja Atena
dan seorang Anggota DPR yang bernama Solon.
1.2 Guru Plato
adalah bernama Sokrates.
Sistim
atau gaya mengajar Sokrates kepada murid melalui tiga tingkat fikiran ,yaitu :
1).
Yakin yang tiada berdasar
2).
Bimbang dan ragu-ragu tentang pendapatnya semula, dan ingin hendak mengetahui
yang sebenarnya.
3).
Yakin yang berdasarkan kepada penyelidikan dan cara berpikir yang betul.
Tragis,
Sokrates dijatuhi hukuman mati ( ia minum racun dalam mangkok dikelilingi murid-muridnya
), Sokrates dituduh oleh musuh-musuhnya merusak akhlak para pemuda dengan
pendekatan belajarnya.
1.3
Plato
kemudian mendirikan sekolah yang dinamakan “ Akademi “,
pikiran matang Plato tentang PENDIDIKAN dimuat dalam bukunya yang berjudul “Republik
“ (bukunya melukiskan bentuk
suatu Negara yang sesempurna mungkin) .
1.4
Pendidikan menurut Plato, perlu untuk :
v Membimbing orang-orang meninggalkan semua bayang-bayang yang tidak berakar dalam
kenyataan , agar melihat serta menganut Kebenaran
v Dalam Proses pendidikan, menurut Plato kita
dibimbing “ mengingat” inti abadi dari
benda-benda dalam dunia ini.
v Pria dan wanita berhak menerima pendidikan.
v Yang termasuk
dalam subyek Pendidikan adalah anak-anak dan muda-mudi dari kaum atasan.
v Menurut Plato
latihan itu bukalah pendidikan, sebab pendidikan mencakup perkembangan
manusia secara keutuhan.
v Ruang lingkup perkembangan manusia secara
keutuhan,terdapat tiga bagian pokok, yaitu :
1). Perkembangan emosi, dapat dikembangkan melalui : musik dan
cerita-cerita
2). Perkembangan tubuh, dapat dilatih dengan olahraga
3).Perkembangan akal dikembangkan melalui semua ilmu yang
menantang akal, misalnya ilmu ukur, ilmu pasti, ilmu bintang dan dialetika.
v Orang-orang akan terdidik akan menjadi pemimpin
masyarakat
1.5
Menurut Plato ,
pendidikan adalah menjadi tanggung- jawab negara.
1.6
Menurut Plato Manusia
cenderung condong lebih menghargai
keamanan pribadi meskipun dasarnya salah, ketimbang membuka diri terhadap pendekatan baru, pengetahuan baru, pengertian
baru dan sebagainya.
2.
Aristoteles ( kira-kira 384
-322
s.M )
2.1 Aristoteles lahir di desa Stagira, negeri Thrakia, yaitu bagian
utara Yunani moderen sekarang.
2.2 Ayahnya seorang dokter, dan pengalamannya di rumah ayahnya sangat
mempengaruhi caranya meninjau dunia sekitarnya.
2.3 Hoby atau
kegemaran Aristoteles menggambarkan
sifat-sifat berbagai jenis makhluk hidup dan benda dari dunia alam.
2.4 Sekolah
Aristoles di Akademi Plato di Atena ,
setelah tahun 367 ia pindah dari Thrakia ke
Atena, sekolah selama 20 tahun.
2.5 Pada tahun343 Aristoteles
menjadi Guru pribadi putra Filipus,
Raja Makedonia, di Kota Iskandar Mesir ia mendirikan perpustakaan dan
Museum.
2.6 Pada Tahun
334, Aristoteles kembali ke Atena
dan mendirikan sekolah Akademi.
2.7 Gaya mengajar
Aristoteles membuat sekolahnya
terkenal sebagai sekalah
“ peripatetis” dari
kata Yunani , yang artinya berjalan-jalan.
2.8 Pandangan
Aristoteles terhadap Pendidikan :
v Pendidikan termasuk kegiatan insani yang mempunyai maksud
utama, yaitu : menolong orang mencapai kebahagiaan ( eudaimonia). Hal tersebut
terlihat dari dua karya utamanya: Etika
Nikomakia dan Politik.
v Pertama-tama sebagai dasar pendidikan Aristoteles menitikberatkan pentingnya panca indera
manusia.
v Pendidikan melalui
kebiasaan harus mendahului
pendidikan melalui akal,
dengan kata lain, baik buruknya sesuatu
orang dipelajari melalui apa yang dialaminya. Jadi para pelajar hendaknya
dituntun dan dianjurkan untuk bergaul dengan anak-anak, muda-mudi dan orang
Dewasa yang berbudi tinggi, Guru memiliki tugas menolong murid-muridnya meningkatkan diri menjadi sama dengan
orang-rang yang berbudi tinggi.
v Menurut Aristoteles,perkembangan
kemampuan nalar para pelajar dapat didorong dengan cara meneliti dunia alam dan
sekitarnya.
v Dalam hal
mengambil keputusan etis dan bagaimana
caranya orang dapat menemukan ukuran
yang dapat dipercaya, menurut Aristoteles mengunakan kunci “
Jalan Tengah Kencana “ ( “Golden Mean”) atau menserasikan diri dengan irama alam dunia, misalnya : memilih jalan tengan antara kepengecutan
dengan kenekatan secara membabi buta, yaitu keberanian, antara kemalasan dan
nafsu ialah ambisi, antara kerendahan hati dan kesombongan adalah
kesederhanaan. Orang yang dapat menyerasikan dirinya dengan alam dunia,dan
mengalami kebajikan moral baru dapat beroleh gelar “ terpelajar”
3. Quintilianes
( kira-kira 384
-322
s.M )
1.1. Quintilianes berasal dari Spanyol, ia adalah guru Romawi pertama yang
diangkat sebagai guru Rhetorika ( seni berbicara di depan umum).Ia mengajar
selama 20 th.
1.2.
Buku karyanya yang ternama adalah “Institutia Oratoria” ( Pengajaran
tentang asas-asas Ilmu Pidato ).
1.3.
Quintilianes
berpendapat : Barangsiapa pandai berpidato dapat menolong orang-orang lain memperoleh keadilan melalui lembaga-lembaga
negara.
1.4.
Perbedaan gagasan tentang pendidikan Quintilianes dengan Plato-Aristoteles :
v Plato-Aristoteles
pendidik Yunani itu menjelaskan gagasan yang luas dan
mendalam tentang pendidikan , sedangkan Quintilianes
lebih terbatas, yaitu mengajar orang-orang memperoleh salah satu
ketrampilan praktis.
1.5 Pendapat Quintilianes
“ Filsafat dapat dipalsukan, tetapi kepandaian berpidato,tidak”
Artinya : orang-orang dapat memberi kesan seolah-olah kepandaian mereka betul-betul mendalam,meskipun mereka
hanya melaporkan pemikiran yang terdapat di dalam buku-buku saja, lain
halnya dengan dengan orang-orang
yang berpidato, pada saat ia mengungkapkan gagasannya, terampil atau tidaknya
ia berpidato langsung kentara. Dia tidak dapat menipu para pendengarnya.
1.6 Sumbangan besar Quintilianes
terhadap perkembangan ilmu pendidikan, yaitu ;
v memperlakukan setiap anak didik sebagai seorang pribadi
yang perlu dihormati
v para pendidik diharapkan merencanakan tugas belajar
sesuai dengan kemampuan setiap golongan umur peserta didik
v menolak bermacam-macam hukuman yang diberikan kepada
murid.
1.7 Kekurangan atau kelemahan pandangan Quintilianes yaitu kefasihan berpidato menjadi suatu nilai
yang mutlak
1.8 Karyanya Quintilianes
pada tahun 1410 M dipupulerkan kembali oleh Poggio, seorang humanis,
setelah Institutio Quintilianes ditemukan kembali dalam biara Santo Gall,
Swis.
B.
Pendidikan
Agama
Yahudi
B.1 Walaupun tidak 100% yang merupakan dasar Pendidikan
Agama Kristen agama Yahudi adalah pemikiran pedagogis yang dikembangkan dalam kebudayaan Yunani Romawi seperti yang
diwakili oleh Plato, Aristoteles, dan
Quantilianes.
B.2 Para pemikir Kristen mengembangkan
struktur dan isi teologi atas kedua dasar kebudayaan, yaitu Yahudi dan Yunani.
B.3 Hubungan Erat antara paguyuban Yahudi dengan Kristen dapat dilambangkan dengan penemuan para ahli purbakala
di kota Jaresy, Palestina Kuno abad ke 3 dan
gedung Gereja Byzantium dari abad ke 6 suatu rumah ibadah agama yahudi
yang jauh lebih tua.
B.4 Sejarah
perkembangan Pendidikan Agama yahudi dapat dibagi dalam dua zaman:
1). Zaman
Saat terbentuknya bangsa Israel sampai pembuangan ke Babel
2). Zaman
Pembuangan Ke Babel dan permulaan Zaman Masehi
B.5.1Pendidikan Agama
Yahudi Zaman Saat terbentuknya bangsa Israel sampai pembuangan ke Babel
v Berdasarkan sejarah,bangsa Israel (Ibrani) berasal dari salah satu suku Semit, yang terlibat
perpindahan umum 4000 tahun lalu di daerah barat daya Asia, sekitar tahun 2000
sM ( zaman Abram )
v Dasar Teologis
Pendidikan Agama Yahudi: berdasarkan
keyakinan bahwa Allah memanggil Abram, dan keturunan Abram dinamakan bangsa
yang terpilih.
( dapat kita baca sebagai petunjuk daar Teologisnya di Ulangan 7:7-8,Kejadian
12,Ulangan 6 :4-9 ).
v Ruang lingkup
Pendidikan Agama yahudi : Pendidikan
Agama menjadi bagian inti dari kegiatan sehari-hari yang lazim dilakukan.Ruang
lingkup Pendidikan Agama yahudi : Pendidikan Agama menjadi bagian inti dari
kegiatan sehari-hari yang lazim dilakukan.
v Perbedaan orang Yahudi dengan orang Yunani :
Orang Yunani
amat optimis terhadap kekuatan akal manusia, Orang Yahudi lebih cenderung
bersandar pada Tuhan yang menyatakan diriNya melalui FirmanNya,
peristiwa-peristiwa sejarah dan perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
v Haluan
Pendidikan Agama Yahudi dipengaruhi oleh :
(1). Kepastian akan adanya penyataan sebagai pengalaman
yang diharapkan akan terjadi.
(2). Keyakinan Teologis yang berporos pada jati diri
bangsa Israel sebagi umat yang terpilih oleh Tuhan.
v Ada tiga hal
yang menjadi dasar KeyakinanTeologis Pendidikan Agama Yahudi :
(1). Kepastian akan adanya penyataan sebagai pengalaman
yang diharapkan akan terjadi.
(2). Keyakinan Teologis yang berporos pada jati diri
bangsa Israel sebagi umat yang terpilih oleh Tuhan.
(3). Ajaran tentang manusia di dalam Alkitab (
kejadian,Yeremia 2:13b, Yes.1:18-20).
v Tujuan
Pendidikan Agama Yahudi , ialah :
“ Melibatkan angkatan muda dan dewasa dalam sejumlah
pengalaman belajar yang menolong mereka mengingat perbuatan-perbuatan ajaib yang
dilaksanakan Allah pada masa lampau, serta membimbing mereka mengharapkan
terjadinya perbuatan sama dengan penyataan ditengah-tengah kehidupan mereka
guna memenuhi syarat-syarat perjanjian, baik yang berkaitan dengan kebaktian
keluarga dan seluruh persekutuan maupun yang mencakup perilaku yang sesuai
dengan kehendak Tuhan, sebagaimana Ia mengejawantahkan dalam urusan sosial dan
pemeliharaan ciptaan yang dinamakan baik oleh Tuhan”.
v Pengajar -
pengajar dalam pendidikan Agama Yahudi , terdiri atas 4 golongan pemimpin,
yaitu :
1). Kaum Imam
2). Para Nabi
3). Kaum
Bijaksana
4). Kaum
penyair
v Kurikulum pendidikan Agama
Yahudi
Kurikulum
utama Pendidikan agama Yahudi adalah : “Sejarah
yang Di ingat” ( yaitu Keterlibatan Allah dalam kehidupan mereka)
B.5.2Pendidikan Agama
Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan Permulaan Zaman Masehi
v Dasar teologi
baru untuk Pendidikan agama Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan Permulaan
Zaman Masehi, yaitu :
Ø “Dari Abu bencana yang sedang menimpa mereka dengan dua
pendekatan nabi-nabi yang bernubuat di Israel ( kerajan Utara) dan Yehuda (
Kerajaan Selatan).
Ø Teologinya mulai mencakup
baik statusnya sebagai bangsa terpilih, maupun hukuman yang seharusnya dijatuhkan Allah atas diri mereka sebagai akibat melanggar
hukum Tuhan.
v Langkah atau
usaha yang dilakukan dalam rangka
menerapkan Pendidikan Agama Yahudi Zaman
pembuangan ke Babel dan Permulaan Zaman Masehi,
yaitu :
Ø Condong mengutamakan Taurat
Ø Belajar menafsirkan Firman Tuhan, bahkan terbentuk hari penafsiran(Misyna).
Ø Didalam Misyna juga terdapat sejumlah petunjuk mempelajari isi taurat dan mengamalkan serta
mentaati isinya (misal:Mazmur 119,Amzal22:6,)
v Lembaga-lembaga
Pendidikan Agama Yahudi Zaman pembuangan
ke Babel dan awal gerakan Kristen yang didirikan antara lain :
1). Lembaga rumah ibadah (sinagoge).
2). Sekolah Dasar
(Beth-Hasepher atau rumah buku )
tahun 75 sM, dikota Yerusalem. Kemudian akhirnya berdasarkan keputusan Imam Agung Yosua ben
Gamala, disetiap kabupaten dan kota praja didirikan sekolah dasar.
3). Sekolah
Menengah Pertama ( Beth Talmud).
Ø Anak laki-laki
mulai masuk sekolah dasar usia 6 tahun,
mereka mulai mempelajari bahasa
Ibrani,Taurat, nubuat dan tulisan - tulisan lain, seperti Mazmur.
Ø Pada umur 10 tahun diharapkan mereka sudah mampu membaca seluruh Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani.
Ø Sekitar umur 10 atau 11 tahun, mereka boleh diterima di
SMP,dan mulai belajar tentang Misyna : suatu penafsiran tentang alkitab.
Ø Disamping belajar
Misyna, Talmud dan Haggadah ( bahan hukum
dan etis dari Talmud ) murid-murid itu juga mempelajari ilmu hitung, ilmu
bintang, ilmu bumi dan ilmu hayat.
v Gaya mengajar
di sekolah Yahudi ;
Ø Menitik beratkan metode menghafalkan
Ø Bahan yang dipelajari murid dinyanyikan
Ø Ancaman hukuman dan
hukuman dipakai untuk meningkatkan perhatian murid.
v Para Pelajar :
Ø Anak –anak perempuan tidak memperoleh tempat dalam sistem
persekolahan Yahudi. Hanya diutamakan anak Laki-laki.
v Kurikulum : terbatas tetapi apa yang dipelajarinya, dipelajari
dengan teliti, anak didiknya terlatih untuk berpikir secara agamawi dalam
menghadapi urusan sehari-hari.
BAB II
PENDIDIKAN AGAMAWI DALAM PERJANJIAN BARU
A.
Pendidikan
Yang Berporos Yesus Sendiri
1. Yesus sebagai Buah
Pendidikan Agama Yahudi,
Karena Yesus yang
lahir dan bertumbuh di lingkungan orang Yahudi, sedikit
banyak mempengaruhi tindakan-Nya dalam mengajar pendidikan Agama. Perjanjian Baru identik dengan Yesus, Artinya sebagian besar pokok bahasan dalam
Perjanjian Baru berbicara mengenai Yesus, terutama empat kitab pertama atau Injil sinoptis.
2. Yesus Sebagai Seorang
Guru
Yesus diakui
sebagai Guru Agung, karenanya semua pembahasan tentang pendidikan agama dalam
Perjanjian Baru sepatutnya dimulai dari Pribadi ini. Yesus mempunyai hubungan yang khusus
dengan Bapa-Nya. Tetapi hubungan ini tidak menghalangi Yesus untuk belajar
sebagaimana layaknya anak laki-laki Yahudi lainnya. Ucapan Yesus dalam Lukas
6:40, Mat 10:24-25 dan Yoh 13:16-17, setidaknya menunjukkan pada kita bagaimana
Yesus belajar.
Dulu Ia
adalah seorang murid. Kemudian Ia belajar pada guru-guru-Nya. Sama seperti anak
laki-laki Yahudi lainnya, keluargalah guru-Nya yang pertama. Seperti yang diceritakan
oleh empat Injil dalam Alkitab, kita dapat menarik kesimpulan bahwa orang
tua-Nya berusaha memenuhi semua syarat agama Yahudi yang berlaku bagi mereka,
baik yang bersifat liturgis maupun yang bukan liturgis. Kemudian setelah Ia
dewasa, Ia masuk ke rumah ibadat menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat.
Kemungkinan besar Ia juga menghadiri sekolah ibadat di Nazaret dan sekolah Beth
Talmud. Di sinilah Yesus memperoleh pengetahuan isi Perjanjian Lama dan
menafsirkannya. Ia juga mengetahui cara berpikir orang Farisi dan Saduki. Jadi,
minimal Yesus telah memperoleh pendidikan dalam bahasa Ibrani agar Ia mampu
membaca Taurat.
Dalam kitab Matius dan Yohanes, Yesus diberi gelar “Rabi”, guru, suatu
gelar yang tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan. Di dalam Injil
diceritakan tentang kegiatan-Nya, “mengajar” yang merupakan pelayanan yang
paling awal yang kemudian disusul dengan “memberitakan Injil” dan “melenyapkan
segala penyakit dan kelemahan”. Sama seperti rabi lainnya, Dia menarik
perhatian beberapa pengikut yang dinamakan “murid-murid”; suatu istilah teknis
yang berkaitan dengan orang-orang yang belajar dari bimbingan seorang pengajar.
Metode
perdebatan-Nya sama seperti para rabi lainnya, misalnya
menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Isi pengajaran-Nya juga menyerupai isi
pengajaran para rabi, seperti membicarakan hukum Taurat, hukum yang terutama
yaitu keharusan mengasihi baik Allah maupun manusia. Di antara para
pengikut-Nya terdapat perempuan-perempuan, memperhatikan anak-anak kecil,
bergaul dengan orang-orang berdosa misalnya pemungut cukai dan wanita sundal,
yang pantang sekali bagi kaum rabi. Hal inilah yang membedakan Yesus dan para
rabi di zaman-Nya.
Dengan menekankan identitas Yesus sebagai guru bukan berarti identitas-Nya
yang lain harus ditolak. Sebenarnya istilah mana pun kurang
mencukupi untuk mencakup semua segi watak-Nya, tetapi dengan ‘Guru’ dan
‘Juruselamat’, kita mulai lebih dekat kepada siapa sebenarnya Yesus itu. Sang
Guru inilah yang memanggil jemaat-Nya untuk mengajar dan diajar. Salah satu
penyebab Yesus disebut sebagai Rabi adalah terdapat dalam kharisma yang
dimiliki oleh-Nya ketika Ia menyampaikan pengajaran-Nya. Ia mampu menarik
perhatian banyak orang melalui suara-Nya sehingga dapat menimbulkan kepercayaan
dalam diri mereka yang mendengarkan-Nya.
Kegiatan
Yesus lebih sering digambarkan dengan kata kerja “mengajar”, daripada
memberitakan atau berkhotbah.
Mengajar bukan sekedar memindahkan pengetahuan dari orang yang lebih tahu
pada orang yang belum tahu. Mengajar adalah ilmu mengajarkan sesuatu secara
tepat dan cepat sehingga orang yang diajar dapat memahami, menanggapi dan
mempraktikannya.
Kegiatan
inilah yang Yesus lakukan saat itu. Ia ingin bahwa setiap orang yang menerima
pengajaran-Nya, bukan hanya mendengar tetapi juga memeliharanya dan orang yang
melakukan ini adalah orang yang berbahagia (Luk. 11:28). Memelihara dalam arti
mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Yang diajarkan-Nya adalah diri pribadi-Nya sendiri. Melalui
kegiatan mengajar itu Ia menyatakan seluruh rencana Allah
3. Gaya Mengajar Yesus
Yesus juga
mengajar dengan cara memperhadapkan orang-orang kepada tantangan pokok, yaitu
apakah mereka rela mengabdikan diri kepada Allah yang dinyatakan dalam diri
Yesus itu atau tidak. Beberapa metode yang dipakai Yesus seperti yang ditulis
dalam keempat Injil antara lain:
- Ceramah, Yesus berusaha menyampaikan pengetahuan kepada murid-murid-Nya atau menafsirkan pengetahuan tersebut. Melalui pendekatan ini Ia mengharapkan dua tanggapan dari para pendengar-Nya yaitu pengertian mendalam dan perilaku baru.
- Bimbingan, selain mengajar melalui ceramah Yesus juga memberikan bimbingan kepada murid-murid-Nya mereka diajar melalui tinjauan yang harus diamalkan. Ia memberitahukan apa yang mereka harus lakukan dan ke mana mereka pergi kelak.
- Menghafalkan , menghafalkan ayat-ayat tertentu dalam Alkitab.
- Perwujudan, metode ini dipakai oleh penulis Injil Matius terhadap pelayanan Yesus dan merupakan pendekatan khas Matius, namun contohnya diberikan oleh Yesus sendiri. Dengan perwujudan-Nya Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa diri pribadi-Nyalah penyataan yang baru itu dan bukan hanya pengajaran-Nya.
- Dialog, Yesus mengajukan pertanyaan yang baru sebagai tanggapan atas pertanyaan yang sebelumnya diajukan kepada-Nya. Pada setiap tahap pertukaran pikiran, orang yang diajak berdialog diarahkan untuk menggali pemahamannya lebih dalam lagi.
- Studi Kasus, perumpamaan yang diceritakan Yesus merupakan studi kasus. Dengan pendekatan ini Yesus menggariskan seluk-beluk salah satu kasus dan mengundang para pendengar-Nya memanfaatkan akal dan iman-Nya. Mereka didorong untuk memikirkan inti persoalannya dan bagaimana memecahkannya.
- Perjumpaan, dengan metode ini para pelajar ditantang secara langsung untuk mengambil keputusan. Di sini Yesus tidak bercerita. Ia memprakarsai pertanyaan yang pribadi dan besar sekali maknanya. Contohnya di dalam peristiwa di Kaisarea Filipi (Mat 16:13-20)
- Perbuatan Simbolis, maksud Yesus menggunakan metode perbuatan simbolis adalah Pelayanan itu perlu pengorbanan diri sebagai tujuan utama kehidupanNya. Contoh perbuatan Simbolis : Yesus di depan umum dibaptis oleh Yohanes Pembaptis.
B.
Pendidikan
Agama Kristen dalam surat-surat tertentu dari PB
1.
Surat
kepada Jemaat di Tesalonika
v Surat kepada jemaat di Tesalonika ini rupanya dikirim
dari kota Korintus pada tahun 50 SM, jadi 17 tahun sesudah kebangkitan Yesus.
v Pendidikan dalam jemaat merupakan salah satu cara yang
disediakan agar rang-orang dapat mendengarkan Firman Tuhan.
v Selama Paulus
bekerja di Tesalonika, ia terlibat
pelayanan berkotbah disusul kegiatan mendidik dan membina jemaat. Jadi berkotbah saja tidak cukup, mesti
ada pelayanan mendidik agar para jemaat bertumbuh dalam imannya.
v Orang-orang Kristen tidak dihasilkan begitu saja, tetapi
melalui pendidikan yang sungguh-sungguh dalam
para-dosis ( melalui tradisi dan intisari Injil ).
v Paulus mengganggap bahwa
pengajaran yang disampaikannya bukan gagasan atau bukan berasal dari
dirinya, tetapi Allah yang memberi paraggelia(petunjuk, bimbingan) ( I Tes
4:2), Paulus menyampaikan suatu paradosis ( pengajaran yang telah diterima) ( 2
Tes 2: 15).
v Ada 4 (empat)
macam bahan dalam surat Tesalonika,
yaitu :
1). Ajaran Teologis (1Tes
1:1-10, 1Tes 5:9, 1Tes 4:13-18 )
2).Pengajaran Etis ( 1 Tes
4:1,3 , 9, 1 Tes 5:14-15 )
3).Tata Gereja ( 1 Tes 5 :12-13 )
4).Kata-kata
yang menyerupai ucapan Yesus ( 1Tes 4:1,1Tes 4:15,1Tes 5:2, Mat24:43 1 Tes 5:5,7 )
2.
Surat – surat penggembalaan
v Surat-surat pengembalaan ( 1 dan II Timotius dan Titus )
disusun 50 dan 70 tahun sesudah penulisan surat-surat Tesalonika.
v Rasul Paulus meninggal di Roma sekitar kira-kira tahun
64M, jadi jelaslah pengarang ketiga surat penggembalaan bukanlah Paulus.
v Beberapa ajaran –ajaran yang dipertahankan:
Ø Ajaran teologis (I Tim 6:20, 2 Tim 1:14, 1 Tim 2:7, 2Tim 2:2, 1 Tim2:3)
Ø Pengajaran etis ( 1 Tim 6 :9-10, 2Tim 3:2-3, Titus 3:3)
Ø Petunjuk-petunjuk tentang
jabatan gerejawi ( 1 Tim 3 : 1-13)
Ø Perkataan-perkataan Tuhan Yesus sebagai ukuran yang
dipakai untuk menilai mutu kehidupan seorang Kristen. ( 1Tim 6:3)
v Beberapa ajaran teologis yang dipertahankan :
Ø
I Tim 6:20 Hai Timotius, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu. Hindarilah
omongan yang kosong dan yang tidak suci dan pertentangan-pertentangan yang
berasal dari apa yang disebut pengetahuan,
Ø
2 Tim 1:14 Peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh Kudus yang diam di
dalam kita.
Ø 1 Tim 2:7, 2Tim 2:2, 1 Tim 2:3
BAB III
PENDIDIKAN
AGAMA KRISTEN DALAM GEREJA PURBA ( Abad ke-2 dan ke-5 )
A.
Lingkungan
Luasnya
B.
Tantangan
Budaya terhadap
C.
Keprihatinan
Gereja Terhadap Pelayanan Pendidikan
v Pendidikan agama Kristen yang
dikembangkan oleh Gereja Purba merupakan usaha untuk bergumul dengan kebudayaan
yang nilai-nilainya bertentangan terhadap lingkungan luas disekitarnya.
v Tantangan pertama yang
dihadapi adalah terkait dengan kepercayaan sekitar gereja yang masih politeisme.
v Tantangan kedua adalah
terkait dengan masalah intelektual kebudayaan yang bertentangan dengan Injil,
sehingga membuat beberapa gereja memutuskan untuk memisahkan diri dari
kebudayaan itu.
v Sehingga
dari sini muncul seorang Tertulianus
yang menjadi tokoh gereja yang berani membuat garis pemisah antara gereja dan
kebudayaan. Dalam hal ini persekutuan Kristen wajib untuk memisahkan diri
secara mutlak dari pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi.
v Sebaliknya, ada tokoh lain yaitu Hieronimus dan Basil lebih mengarah kepada pemahaman untuk memanfaatkan kebudayaan
tersebut yang tidak bertentangan secara langsung dengan nilai Injil. Artinya,
tidak semua kebudayaan itu buruk sehingga harus ditolak. Tetapi perlu ada
penyaringan yang baik, sehingga mendapatkan sebuah jalan keluar yang
menjembatani keduanya untuk berguna bagi pelayanan. Pertentangan kedua pendapat
ini berlangsung cukup lama, bahkan ketika 2 abad sesudah mereka wafat,
perbedaan sudut pandang ini masih saja dipertentangkan.
v Tantangan ketiga yang dihadapi oleh
Gereja purba adalah terkait dengan masalah relegiusitas atau
keagamaan.
Dalam hal ini ada beberapa aliran
yang menghambat proses perkembangan gereja antara lain, :
Ø Gnostik,
Ø Mitraisme dan
Ø Neo-Platonisme.
Gnostik berasal
dari bahasa Yunani “gnosis” yang berarti “pengetahuan”. Tetapi pengetahuan
disini bukan sesuatu yang bisa diperoleh dari mempelajari sesuatu, melainkan
sesuatu yang diterima langsung dan bersumber dari sorga.
Untuk
Mitraisme, belum jelas sejauh mana agama Kristen dipengaruhi
olehnya, tetapi bila memperhatikan secara sejarah nampaknya pengaruh dari Mitraisme lahir dalam hal perayaan dan sakramen. Contohnya adalah
perayaan natal pada 25 Desember dan permandian dengan darah lembu yang
sebelumnya pesertanya harus di “sidi” terlebih dahulu.
v Tantangan keempat atau yang
terakhir adalah tuduhan dari kebudayaan Unani-Romawi yang mengatakan bila orang
Kristen tidak bertuhan. Dalam hal ini mereka mengatakan bila orang Kristen
tidak menyembah dewa-dewi yang berwujud patung, maka dikatakan bila orang
Kristen tidak bertuhan.
Menanggapi semua tuduhan itu, para pendidik Kristen menolak semuanya. Artinya, memang warga Kristen mengasihi sesamanya, termasuk musuhnya, tetapi mereka tidak berzinah. Dalam hal ini perilaku mereka sangat susila dimana setiap hari mereka bersyukur pada Tuhan atas segala keperluan hidup yang diberikan Tuhan pada mereka. Dalam menghadapi semua tantangan dan tuduhan itu, pendidik Kristen memberikan pembelaan yang baik. Artinya disini adalah, menjelaskan semua alasan dan fakta kebenaran mengapa mereka melakukan itu bukan berdasarkan kebencian atau ketidak setiaan kepada Negara, tetapi lebih kepada keputusan untuk member pada yang prioritas.
Menanggapi semua tuduhan itu, para pendidik Kristen menolak semuanya. Artinya, memang warga Kristen mengasihi sesamanya, termasuk musuhnya, tetapi mereka tidak berzinah. Dalam hal ini perilaku mereka sangat susila dimana setiap hari mereka bersyukur pada Tuhan atas segala keperluan hidup yang diberikan Tuhan pada mereka. Dalam menghadapi semua tantangan dan tuduhan itu, pendidik Kristen memberikan pembelaan yang baik. Artinya disini adalah, menjelaskan semua alasan dan fakta kebenaran mengapa mereka melakukan itu bukan berdasarkan kebencian atau ketidak setiaan kepada Negara, tetapi lebih kepada keputusan untuk member pada yang prioritas.
v Dalam memberikan tentangan terhadap
semua tuduhan ini muncul seorang tokoh bernama Origenes yaitu
seorang teolog dari abad ke-3 yang menjawab melalui karyanya yang berjudul
“Contra Celsum” (Melawan Kelsus).
Sedkit terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh gereja diatas, Gereja juga memiliki keprihatinan terhadap pelayanan pendidikan. Dalam hal ini usaha untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas dan lengkap tentang keprihatinan pedagogis gereja purba itu agak sulit. Hal ini disebabkan jemaat tidak memiliki Komisi Pendidikan Kristen. Sehingga dari sini muncul masalah lain yaitu, tidak adanya penerbit Kristen yang mengeluarkankurikulumtertulis.
Keprihatinan selanjutnya juga menyangkut masalah ketidak pastian pengajaran atau dokmatika. Sebagai akibatnya, mau tidak mau jemaat wajib mengambil keputusan tentang siapa sebenarnya Yesus, sebab Dialah alasan pokok mengapa jemaat itu berada.
Sedkit terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh gereja diatas, Gereja juga memiliki keprihatinan terhadap pelayanan pendidikan. Dalam hal ini usaha untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas dan lengkap tentang keprihatinan pedagogis gereja purba itu agak sulit. Hal ini disebabkan jemaat tidak memiliki Komisi Pendidikan Kristen. Sehingga dari sini muncul masalah lain yaitu, tidak adanya penerbit Kristen yang mengeluarkankurikulumtertulis.
Keprihatinan selanjutnya juga menyangkut masalah ketidak pastian pengajaran atau dokmatika. Sebagai akibatnya, mau tidak mau jemaat wajib mengambil keputusan tentang siapa sebenarnya Yesus, sebab Dialah alasan pokok mengapa jemaat itu berada.
v Origenes dalam karyanya dogmatika
yang berjudul De Principiis (Asas Dasariah Iman Kristen) mengajarkan bila Yesus
Kristus sudah ada sejak permulaan dunia. Ia tidak
hanya muncul pada titik tertentu dalam sejarah manusia. Dalam hal ini juga
Origenes memecahkan masalah mengenai Inkarnasi Kristus dengan jalan
mengemukakan adanya nyawa yang dimiliki Yesus dan yang tidak boleh diambil dari
pada-Nya (Yoh. 10:17-18).
v Seorang tokoh lagi yang memberikan
solusi pada masa keprihatianan gereja purba terkait dengan dogmatika adalah
Eusebius seorang ahli sejarah gereja Purba yang mengarang
sekitar tahun 325 M. Dalam hal ini Eusebius menegaskan bila Yesus Kristus
adalah Anak Allah yang tidak terbelenggu oleh persyaratan waktu manusia. Ia ada
sejak permulaandunia.
v Disamping semua usaha diatas, pada
umumnya terdapat pula pengajaran melalui dua macam usaha, yaitu isi nyanyian
rohani yang dipelopori oleh Efraim, pendeta di siria, dan melalui mutu
kehidupan para warga Kristen sendiri yang dipupuk melalui kebaktian umum,doapribadidanpuasa.
D.
Lima
Pendidik Besar
Terkait
dengan perkembangan pendidikan agama Kristen dalam gereja purba, ringkasnya ada
lima pendidik besar yang cukup mempengaruhi perkembangan pendidikan Kristen
dalam gereja purba antara lain Clementus, Origenes, Hieronimus, Chysostomus dan
Augustinus.
1. Clementus (150-215M.)
1. Clementus (150-215M.)
v Lahir di Athena dan meninggal di
Palestina. Dalam hal ini Clementus sangat rajin dalam menjembatani
pemikiran
Kristen dengan kebudayaan Yunani sebagaimana diwakili dalam tulisan - tulisan
Homerus, Plato, dan kaum filsuf Stoa.
v Gagasan
pokok dalam hal pendidikan Agama Kristen disampaikan dalam tiga karya besarnya
yaitu;
Ø Protrepikos atau nasihat yang
disampaikan kepada kaum kafir,
Ø Paidagogos atau Sang pendidik yaitu
Kristus dan
Ø Stomateis yang merupakan bunga
rampai.
v Dalam hal ini Clementus menjembatani
hubungan antara pekabaran Injil dan pendidikan dengan sebuah pertanyaan; Apakah
dengan pendidikan itu orang-orang bertobat dan menerima Kristus, atau apakah
mereka harus lebih dahulu mendengar Injil, bertobat dan sesudah itu baru dapat
diajar ? dalam hal ini Clementus tidak menarik garis pemisah yang lebar antara
kedua pelayanan itu, karena Kristus, Sang Pengajar itu, terlibat dalam
kedua-duanya.
v Tujuan PAK tidak dikemukakan secara
langsung, tetapi berdasarkan isi tulisannya dapat disimpulkan
bahwa Clementus ingin menghasilkan seorang Kristen yang mewujudkan dalam diri
pribadinya sifat yang paling kaya yang berasal dari Injil Kristus dan dari
kebudayaan Yunani.
v
Clementus
memberikan 4 unsur dalam pendidikan antara lain adalah:
1). pendidikan
mencakup seorang yang rela diajar,
2). seorang lain yang mengajar,
3). suatu proses yang memperlancar
pengalaman belajar mengajar dan
4). berbagi hasil dari pengalaman
tersebut.
2.
Origenes
(182-224 M.)
v Seorang pelajar sekaligus “rector”
sekolah kakismus di Aleksandria. Dalam diri Origenes tergabung
filsafat Yunani dan Iman Alkitabiah. Origenes menghargai filsafat sebagai alat
untuk menolong orang-orang menjernihkan pikiran, tetapi filsafat itu sendiri
kurang bobotnya untuk memperoleh pengetahuan yang ilahi.
Origenes menerima gagasan tentang kedua tingkat kenyataan, yaitu kenyataan duniawi yang selalu berubah dan kenyataan rohani yang sama selama-lamanya. Namun demikian bagi Origenes akal manusia mempunyai kemungkinan yang teram kaya raya. Dalam hal ini juga
Origenes menerima gagasan tentang kedua tingkat kenyataan, yaitu kenyataan duniawi yang selalu berubah dan kenyataan rohani yang sama selama-lamanya. Namun demikian bagi Origenes akal manusia mempunyai kemungkinan yang teram kaya raya. Dalam hal ini juga
v Origenes menegaskan bila kemampuan
daya pikir manusia terbatas. Itu sebabnya manusia memerlukan
penyataan dari Allah melalui Alkitab dan Yesus Kristus (Origenes menggunakan
metode penafsiran alegoris). Selain itu
v Origenes juga mengecam semua bentuk
kebodohan dan ketidaktahuan, karena semuanya itu menunjukan
bagaimana orang-orang yang bersangkutan tidak mempergunakan karunia besar yang
diberikan Tuhan kepada manusia, yaitu kemampuan berpikir secara rasional.
3. Hieronimus (345-420 M.)
v
Hieronimus seperti yang telah
disinggung di atas adalah seorang penterjemah Alkitab kedalam Vulgata atau
bahasa latin.
v
Dalam hal
pendidikan, Hieronimus adalah seorang seorang guru bagi kaum wanita golongan
elit Romawi.
v
Metode pendidikan yang digunakan
oleh Hieronimus agak kaku, mana ia lebih bersifat mengindoktrinasi peserta
didik dari pada bersifat pembinaan yang mendorong anak didik kreatif untuk
berpikir.
v
Dalam hal ini, Hieronimus tidak
secara langsung mengungkapkan tujuan dari pendidikan, namun dari beberapa kasus
pendidikan yang ditanganinya menunjukan
bila tujuan dari pendidikan adalah mendidik “jiwa”, yaitu menjadi sempurna
seperti Bapa adalah sempurna (Mat. 5:48).
Sekalipun terkesan kaku dan
mengindoktrinasi dalam melaksanakan pendidikan, Hieronimus mengatakan bila
hukuman jangan dipakai bila anak tidak depat menangkap atau berbuat sesuatu
yang mungkin masih terlampau sulit baginya. Mesti ada kesabaran dari pihak
guru, demikian nasehatnya.
Membahas mengenai ruang lingkup pendidikan, Hieronimus membaginya dalam tiga bagian pokok yaitu, penggunaan bahasa baik Yunani maupun Latin, kemudian pengetahuan dan pengalaman rohani, terakhir adalah ketrampilan memintal, menjahit dan sebagainya (bagi kaum perempuan).
Dalam memberikan pengajaran Alkitab, Hieronimus tidak mengajar secara kronologis, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan yang tersusun dalam sebuah kurikulum.
Membahas mengenai ruang lingkup pendidikan, Hieronimus membaginya dalam tiga bagian pokok yaitu, penggunaan bahasa baik Yunani maupun Latin, kemudian pengetahuan dan pengalaman rohani, terakhir adalah ketrampilan memintal, menjahit dan sebagainya (bagi kaum perempuan).
Dalam memberikan pengajaran Alkitab, Hieronimus tidak mengajar secara kronologis, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan yang tersusun dalam sebuah kurikulum.
4. Yohanes Chrysostomus (347-407 M.)
Berasal dari Antiokhia yang kemudian mendapat gelar “Chrysostomus” atau “mulut Kecana” dan “maha guru dunia”. Gelar pertama melambangkan kemampuanya sebagai seorang pengkhotbah dan kedua adalah terkait dengan sumbangannya dalam pendidikan. Sebagai seorang Uskup Agung kota Konstantinopel (Istambul) ia sangat berani dalam usaha menerapkan peraturan gerejawi, khususnya atas para pendeta, biarawan juga uskup. Buah pikirannya dalam hal pendidikan dituangkan dalam judul “jalan yang layak bagi para orang tua untuk mendidik anaknya”.
Berasal dari Antiokhia yang kemudian mendapat gelar “Chrysostomus” atau “mulut Kecana” dan “maha guru dunia”. Gelar pertama melambangkan kemampuanya sebagai seorang pengkhotbah dan kedua adalah terkait dengan sumbangannya dalam pendidikan. Sebagai seorang Uskup Agung kota Konstantinopel (Istambul) ia sangat berani dalam usaha menerapkan peraturan gerejawi, khususnya atas para pendeta, biarawan juga uskup. Buah pikirannya dalam hal pendidikan dituangkan dalam judul “jalan yang layak bagi para orang tua untuk mendidik anaknya”.
Tujuan pendidikan Kristen menrutnya adalah menjadi
seorang “olahragawan” bagi Kristus. Latihan menurutnya bukan dilakukan untuk
mengisi waktu senggang, tetapi melalui sebuah displin khusus. Dalam disiplin
ini, pendidikan melibatkan panca indra yang ada yaitu, mulut / dengan
pengucapan lisan, telinga/ pendengaran, hidung/ penciuman, mata / penglihatan
dan terakhir adalah indera peraba yang meliputi seluruh badan.
5. Augustinus (354-430 M.)
Agustinus seorang teolog yang dilahirkan di Afrika Utara, dalam hal ini Agustinus disebut sebagai raksasa pertama dalam sejarah gereja yang diubah secara mendalam oleh surat Roma selain dari Martin Luther dan John Wesley di Inggris. Tugas pertama dalam pelayanannya adalah sebagai seorang kepala sekolah kateketika (perguruan tinggi Kristen). Pemikiran Augustinus dalam hal pendidikan berakar dalam refleksinya sebagai seorang Kristen atas pendidikan yang ia alami dulu, bidang filsafat, khususnya Plato dan misteri anugerah Allah yang dinyatakan melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Asas yang diyakini dalam hal pendidikan adalah, pelajar diajar bukan oleh kata-kata saja, melainkan oleh segala apa yang dinyatakan secara batin kepadanya oleh Allah.
5. Augustinus (354-430 M.)
Agustinus seorang teolog yang dilahirkan di Afrika Utara, dalam hal ini Agustinus disebut sebagai raksasa pertama dalam sejarah gereja yang diubah secara mendalam oleh surat Roma selain dari Martin Luther dan John Wesley di Inggris. Tugas pertama dalam pelayanannya adalah sebagai seorang kepala sekolah kateketika (perguruan tinggi Kristen). Pemikiran Augustinus dalam hal pendidikan berakar dalam refleksinya sebagai seorang Kristen atas pendidikan yang ia alami dulu, bidang filsafat, khususnya Plato dan misteri anugerah Allah yang dinyatakan melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Asas yang diyakini dalam hal pendidikan adalah, pelajar diajar bukan oleh kata-kata saja, melainkan oleh segala apa yang dinyatakan secara batin kepadanya oleh Allah.
Dengan kata lain,seseorang harus percaya sebelum dapat
berpikir secara mendalam . artinya seseorang tidak dapat belajar tentang
kebenaran agamawi itu dengan jalan “diisi dari luar”, malahan penerima
kebenaran itu memerlukan respon pribadi terhadap Allah.
Sejauh dapat kita ketahui, Augustinus tidak pernah menyusun suatu tujuan yang bulat bagi pendidikan agama Kristen. Ada perkiraan yang menyakan tujuan pendidikan menurut Augustinus adalah meghantar para pelajar untuk memupuk kehidupan rohani, membukakan diri kepada Firman Tuhan, memperoleh pengetahuan tentang perbuatan Allah yang dilaporkan dalam Alkitab dan bacaan lainnya, agar dengan demikian mereka mengalami hikmat, suatu pengalaman yang di dalamnya terkandung kesalehan, persekutuan dengan Allah, kebahagiaan pribadi, pengetahuan dan pengertian serta kemampuan untuk hidup sebagai warga gereja dalam suatu masyarakat umum. Dalam hal ini Augustinus melihat bila Yesus Kristus adalah satu-satunya Guru Agung.
Dari segi penyusunan isi pelajaran atau kurikulum, Augustinus menentang semua kecondongan mengkotakan pelajaran dalam hal yang disebut “sekuler” dan yang disebut “agamawi” atau “kristiani”. Artinya, Augustinus tidak setuju dengan pendekatan yang mengajarkan setiap vak terpisah dari yang lain, khususnya dari pengalaman agamawi. Dalam hal ini semua vak wajib disoroti sejauh mungkin dari iman kristiani. Terkait dengan metode pembelajaran yang digunakan, nampaknya Agustinus lebih condong menggunakan metode dialog sebagai metode terbaik dalam mencapai pendidikan yang diharapkan.
Cara mengajar yang digunakan oleh Augustinus condong memanfaatkan dua metode pokok, yaitu penjelasan panjang lebar yang dibawakan secara lisan dan suatu pendekatan dialogis. Namun demikian dalam hal ini Augustinus berceramah dan berdialog dengan bervariasi. Ia menyiapkan bahan atau materinya dengan jelas dan sistematis.
Sejauh dapat kita ketahui, Augustinus tidak pernah menyusun suatu tujuan yang bulat bagi pendidikan agama Kristen. Ada perkiraan yang menyakan tujuan pendidikan menurut Augustinus adalah meghantar para pelajar untuk memupuk kehidupan rohani, membukakan diri kepada Firman Tuhan, memperoleh pengetahuan tentang perbuatan Allah yang dilaporkan dalam Alkitab dan bacaan lainnya, agar dengan demikian mereka mengalami hikmat, suatu pengalaman yang di dalamnya terkandung kesalehan, persekutuan dengan Allah, kebahagiaan pribadi, pengetahuan dan pengertian serta kemampuan untuk hidup sebagai warga gereja dalam suatu masyarakat umum. Dalam hal ini Augustinus melihat bila Yesus Kristus adalah satu-satunya Guru Agung.
Dari segi penyusunan isi pelajaran atau kurikulum, Augustinus menentang semua kecondongan mengkotakan pelajaran dalam hal yang disebut “sekuler” dan yang disebut “agamawi” atau “kristiani”. Artinya, Augustinus tidak setuju dengan pendekatan yang mengajarkan setiap vak terpisah dari yang lain, khususnya dari pengalaman agamawi. Dalam hal ini semua vak wajib disoroti sejauh mungkin dari iman kristiani. Terkait dengan metode pembelajaran yang digunakan, nampaknya Agustinus lebih condong menggunakan metode dialog sebagai metode terbaik dalam mencapai pendidikan yang diharapkan.
Cara mengajar yang digunakan oleh Augustinus condong memanfaatkan dua metode pokok, yaitu penjelasan panjang lebar yang dibawakan secara lisan dan suatu pendekatan dialogis. Namun demikian dalam hal ini Augustinus berceramah dan berdialog dengan bervariasi. Ia menyiapkan bahan atau materinya dengan jelas dan sistematis.
E. Tiga
wadah Pedagogis yang Pokok.
1.
Jemaat
Sebagai Persekutuan Yang Beribadah
v Persekutuan yang beribada tersebut menghasilkan Liturgi
2.
Wadah Katekumenat
v Katekumenat merupakan jawaban gereja Purba menanggulangi
masalah banyaknya orang dewasa yang ingin mengabdikan diri kepada Kristus.
3.
Wadah
Sekolah Katekisasi
v Mutu pendidikan katekisasi yang diterima diperguruan
Kristiani itu dibuktikan oleh nama-nama tamatannya yang telah memberikan
sumbangan yang kaya-raya kepada Gereja, misalnya Clementus,Origenes dan
Agustinus dan Nyssa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERIKAN TANGGAPAN