Tau gimana salah satu contoh kata-kata korban yang kena ajaran yang
padahal sudah terbukti 100% sesat? Kata-kata favoritnya adalah, "Kita
ambil aja sisi positifnya." Ada juga yang bilang, "Itu kan seni", "Itu
kan enak", dan lain-lain. Kalau ada yang lain, itu pun intinya karena
dia sudah dikasih enak dulu. Kalau sudah dikasih enak, maka dia jadi
sulit beranjak. Akhirnya pun dia berlegitimasi ria.
Contohnya. Sudah sering dapat informasi soal doktrin yahudi yang merajalela kan? Termasuk, simbol-simbol freemason, illuminati,
satanisme, dan sebagainya. Sebagian teman saya, ketika mengetahui hal
ini, dia spontan stop dekat-dekat dengan simbol-simbol yang seperti itu.
Tapi, ada juga teman saya yang masih suka dengan hal tersebut. Kenapa
dia begitu? Ternyata, dia bilang, "Itu kan seni. Kreativitas. Kita ambil
aja sisi positifnya." Naah, tuh kan?
Termasuk pula demokrasi, kapitalisme, genderisme, hedonisme, dan
lain-lain. Itu mereka tergiur karena di dalam pola isme-isme itu ada
unsur enaknya. Ada aspek enaknya. Begitu pula orang yang kerap
memprioritaskan mencuri harta orang, melihat video porno, dan
lain-lainnya, karena ada bagian enaknya.
Seolah-olah, yang namanya salah itu adalah sesuatu yang sama sekali
tidak ada rasa enaknya. Padahal, bisa jadi terbalik. Kalau mau nyerang
orang yang paling efektif itu, yah dengan cara dikasih enak dulu.
Kalau setan cuma membisikin Anda dengan janji yang nggak enak
seluruhnya, itu tidak akan pernah berefek. Itu namanya bukan perang! Itu
namanya nggak berstrategi! Jadi
kalau mau serius nyesatin orang, yang caranya dengan dikasih enak dulu.
Kalau sudah berada di jalur enak, jadinya bakal sulit untuk keluar dari
jalur tersebut. Sayangnya, ternyata ujung dari jalan enak tersebut
adalah jurang.
Kemarin ada beredar berita, bahwa orang-orang yang direkrut masuk
komplotan satanis, itu caranya pertama-tama diajak makan ke Restoran
dulu. Bukan sembarang Restoran, melainkan Restoran di atas Restoran.
Restoran mewah. Tapi, makannya bayar masing-masing. Hehehe! Tidak,
tidak. Tentu saja si calon korban dibayarin. Dikasih jabat tangan lagi.
Enak kan? Enak. Itu awal jalannya. Ujungnya gimana? Jurang atau apa?
Sama seperti halnya saya yang kerap mempengaruhi orang-orang sekitar
saya, secara mereka tidak sadar. Yaitu, dengan cara mengasih enak dulu.
Kalau mau minta kawan agar melakukan ini-itu, jangan lansung minta
ini-itu padanya. Traktir dia makan dulu. Beri perhatian tanya-tanya
tentang minatnya dulu. Bantu dia mewujudkan cita-citanya. Bersikap yang
santun dan ramah meski dia jutek sekalipun. Bikin dia senyum dulu. Bikin
dia tertawa dulu. Kalau sudah dikasih enak begitu, bukan mustahil dia
bakal mau nurut sama Anda. Saya sering berhasil gituin orang. (Meski
mentang-mentang begitu, janganlah Anda kasih enak ke orang dengan tidak
ikhlas yah! Hehehe! Tetaplah kasih enak ke orang dengan niat hablumminannas. Karena hasil pengaruhnya itu sepertinya hukum alam).
Makanya banyak yang secara pikiran, menyembah artis, idola, boyband, girlband,
dan 'berhala' lainnya, itu karena mereka sudah dikasih enak awalnya.
Ntah karena awalnya mereka telah dibuat tertawa oleh sang artis. Telah
dibuat tersenyum oleh sang artis. Maupun telah dihibur dengan wajah
ganteng, wajah cantik, tubuh seksi, audio, video, seks, great action, great quote,
kata-kata mutiara dan keenakan-keenakan lainnya. Jadi, kalau sekali
sudah dikasih enak, jadinya pemberian selanjutnya (ntah itu baik atau
sesat) bakal mudah diterima. Karena mereka sudah merasa berada di jalur
yang enak. Tanpa tahu ujungnya jurang atau apa?
Dahsyatnya, jadilah orang sulit untuk berhenti korupsi. Sulit untuk
berhenti zina. Sulit berhenti tidak rapi. Sulit untuk berhenti mendengar
musik, nonton film, dan pekerjaan lainnya yang sudah jadi habit dan passion. Alhamdulillah
kalau kebiasan enak itu dalam hal positif, seperti halnya sulit
berhenti menulis, sulit berhenti membaca, sulit berhenti minum susu,
sulit jika tidak rapi, sulit berhenti membahagiakan orang, sulit
berhenti berdzikir, dan lain-lain.
Makanya beberapa pengusaha bilang, sebab seorang karyawan itu nggak bisa
jadi pengusaha, karena dia sudah kebiasaan dikasih enak. Istilahnya,
berada di comfort zone. Zona nyaman. Seperti halnya pegawai
negeri dan pegawai BUMN. Jadinya, nggak mau belajar lagi. Nggak mau
lebih produktif lagi. Nggak kepingin meningkatkan pendapatan, agar
dengan pendapatan lebih tersebut, bisa jadi lebih banyak bersedekah dan
berkontribusi untuk keluarga dan ummat negeri ini.
Buku Bagaimana Cara Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain karangan Dale Carnegie |
Begitulah. Baiklah, sudah bisalah kita sudahi pembahasan kali ini. Sebetulnya daritadi saya cuma kasih cerita fakta-fakta saja, bahwa memang, manusia itu bakal berjuang sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhannya. Baik kebutuhan raga maupun jiwa. Baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Seperti halnya makanan, minuman, pakaian, penghargaan, cinta, pujian, rasa aman, seks, dan lain-lain. Tidak hanya kebutuhan, tetapi juga keinginan, seperti halnya musik, film, game dan lain-lain. Yang jika kebutuhan dan keinginan manusia itu terpenuhi, itulah yang namanya rasa enak.
Hanya saja, perlu diketahui, ada lagi yang lebih enak daripada itu semua. Yaitu, adalah pemenuhan kebutuhan dan keinginan sesuai syariat islam. Agar kita tidak berada di jalur enak yang ujungnya jurang. Melainkan agar kita berada di jalur enak yang ujungnya pun enak. Enaknya dunia-akhirat. Karena yang paling tahu kita itu adalah Yang Menciptakan kita. Nah, Yang Menciptakan kita sudah kasih jalan paling bagus untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut.
Ibarat kalau HP, itu ada buku panduan cara memakainya. Karena HP itu hasil ciptaan. Manusia kan juga hasil ciptaan. Dan manusia itu punya buku panduannya. Itulah Al-Qur'an dan Sunnah. Sekiranya mencari enak dengan tuntunan Al-Qur'an dan sunnah, niscaya dia tidak akan sesat. Yang mencari enak tidak dengan tuntunan selain Al-Qur'an dan sunnah, jadinya sesat.
Rasulullah Saw. bersabda, "Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah Saw." (HR. Muslim)Terakhir, pertanyaan saya yang nggak usah dijawab, O'on nggak kita kalau kita mempertahankan cara yang udah terbukti butut (demokrasi, kapitalisme, dsb), dan nggak mau menerapkan cara yang udah dijamin mantep (khilafah, syariah, dsb) oleh Yang Paling Tahu segala hal?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERIKAN TANGGAPAN